Thursday, January 31, 2013

Bittersweet Life~ Beban Mental!

Banyak yang terjadi akhir-akhir ini. Kebanyakan didominasi oleh rasa kecewa, putus asa, kemarahan, egoisme, cemburu dan pikiran-pikiran buruk lainnya. Ketakutan akan skripsi, tuntutan dari sekitar untuk menyelesaikan kuliah sebaik-baiknya, perasaan tidak ingin mengecewakan orang-orang tersayang menjadi momok terbesar yang menyebabkan tidak stabilnya emosi (._.) Belum lagi ditambah dengan belum sreg-nya dengan skripsi (bahkan perasaan salah jurusan jadi menguat kembali --;). Belum lagi musibah-musibah kesialan seperti nilai yang tiba-tiba decreasing jadi C di salah satu mata kuliah. Sudah susah-susah mengerjakan UTS yang berupa paper kelompok dan kerja keras pas mengerjakan, eeeeeeh malah dapet skor jelek. Bukan cuma aku saja, tapi kabarnya beberapa teman lain juga mengalami hal yang sama dan sudah protes. Parahnya, dosennya menolak bertanggung jawab dan ngeles "sudah gak bisa diubah lagi nilainya mbak, sudah masuk data cybercampus." Yaelaah bapaaak, astaganaga, sumpah serapah pun tak bisa berhenti keluar dari mulut (hehehe gomen ne... :p) dan ortu di rumah kebingungan sendiri. Sumpah pengen nangis. Sakit sekali rasanya kerja keras gak dihargai... T^T

Huft tidak tau sampai kapan bakal ngerasa seperti ini... (istilahnya dlm bahasa Jawa "gela"). Sumpek terus bawaannya, banyak pikiran, insomnia... entahlah... Tapi kalau dipikir-pikir masih bersyukur juga meski kesialan datang terus yang penting masih bisa kumpul sama keluarga tercinta, IP juga masih dalam rentang 3 (harusnya bisa lebih tinggi! gara2 dosen itu huh :@) dan masih diberi kesehatan sama Yang Kuasa :') yah... mungkin masih banyak yang lebih penting daripada tetap meratapi nasib. Kata orang-orang Enjoy Aja! meski dalam hati aku bertanya-tanya "Bagaimana bisa enjoy haahh??" Tapi sekali lagi, masih bersyukur sekali sampai hari ini masih diberi kesempatan hidup dan bertemu orang-orang terkasih (juga menulis disini) :'3. Yah... meski beban pikiran belum kelar tapi tidak boleh berhenti berharap dan percaya. Terus melihat ke depan dan ingat mimpi2ku, karena waktunya tidak lama lagi. Ganbatte ganbatte ganbatte!!!

Semoga cepat dapat topik skripsi yang pas dan mengerjakannya tepat waktu! Harus, harus, harus! Resolusi tahun ini harus tercapai dan menggiatkan diri untuk melakukan hobi menulis yang terpendam sekian tahun lagi, memulai dari nol

Semogaa.... semuanya akan berakhir dengan happy ending.... There must be a way... :'3

Wednesday, January 30, 2013

Prospek Asian Rise

Dalam tulisan ini, penulis akan menjelaskan apakah the rise of Asia benar-benar terjadi, dan bagaimana prospek dari Asia ke depannya. Penulis setuju bahwa Asia memang sedang bersinar dan menjadi suatu kekuatan ekonomi dunia saat ini, dan dalam tulisan penulis akan menjelaskan bagaimana prospek Asia ke depannya. Kini pandangan bahwa negara-negara non-Barat adalah miskin dan terbelakang telah terhapus, digantikan oleh kekaguman akan pesatnya pertumbuhan dari negara-negara Asia yang tidak membutuhkan waktu lama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita negaranya.


The Rise of Asia

Dalam hal ini, penulis setuju bahwa kini Asia memang sedang mengalami peningkatan luar biasa dan menjadi salah satu kekuatan dunia. Asia telah mengalami suatu march of modernity yang membuat modernisasi menjadi sebuah proyek besar yang sangat digemari oleh negara-negara Asia di saat Barat tidak lagi antusias dengan istilah modernisasi tersebut. Mahbubani menjelaskan mengenai scenario pertama dari perkembangan Asia, yaitu tingginya antusiasme Asia terhadap proyek-proyek modernisasi, bagaimana Cina di bawah Deng Xiaoping hingga Jepang dengan kereta pelurunya berhasil mengubah pandangan dunia tentang Asia. Anggaran pemerintah telah banyak dicurahkan untuk riset-riset sains dan teknologi, hingga pada tahun 2007 Charles Leadbeater of Demos, yaitu lembaga pengkajian yang berbasis di London menjelaskan tentang tren yang berlaku dalam perkembangan sains dan teknologi, “…pusat gravitasi teknologi mulai bergeser dari Barat ke Timur.” Aspek kedua yang membuat Asia mencapai kemajuan hingga saat ini adalah adanya meritisisme dan pragmatisme, yaitu dengan memaksimalkan kemampuan-kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki dan tak segan mengadopsi cara-cara Barat untuk mencapai keberhasilan. Pandangan ini ditunjukkan oleh Jepang yang berhasil menerapkan praktek-praktek Barat dalam modernisasinya, hal yang serupa ditunjukkan oleh Deng Xiaoping dalam memodernisasi Cina.
Dalam produk Domestik Bruto, Asia mengalami perkembangan yang menakjubkan. Asia telah mengadopsi modernitas teknologi, model-model industrial, kemajuan ekonomi dan penerapan pasar bebas yang membuat banyak investor-investor menjatuhkan pilihan terhadap negara-negara Asia dikarenakan pasarnya yang besar dan upah buruh yang relatif rendah. Peningkatan ini juga tampak dari beberapa tanda pergeseran ekonomi yang nampak, seperti yang dilansir oleh Financial Times Banker bahwa Singapura merupakan salah satu pemimpin dari investasi sektor finansial di dunia. Untuk diketahui, tiga negara teratas yang menerima investasi finansial adalah Singapura, Dubai dan Hongkong, dan para investor percaya bahwa Singapura adalah tempat yang tepat untuk menerima investasi langsung dalam sektor finansial.
Asia juga memiliki suatu cara dan norma-norma sendiri, yang menyebabkannya berbeda dengan Barat. Kini Asia dengan norma-norma yang dimilikinya akan mendorong tercapainya kestabilan kawasan. Cara dan norma tersendiri yang sering disebut dengan Asian Way ini dicurahkan dalam model institusi Asia seperti ASEAN atau APEC. Institusi-institusi tersebut tidaklah mengambil posisi sebagai suprastate, namun mereka tetap menjaga kedaulatan masing-masing negara dikarenakan nasib sebagian besar negara-negara di Asia yang telah mendapatkan kemerdekaannya dari penjajahan kolonial Barat. Pada intinya, Asian Way merupakan suatu norma yang menghargai norma independensi, kesamaan derajat dan non-intervensi. Norma-norma yang ada di dalam institusi-institusi Asia ini cukup berhasil dalam mencegah terjadinya konflik dan dilema yang berpotensi terjadi diantara negara-negara Asia. Hal yang serupa ditunjukkan oleh APEC, keduanya tidak memiliki suatu badan resmi untuk melakukan pengambilan keputusan. Cara mereka dalam memberikan suatu putusan adalah dengan melakukan suatu pembicaraan yang bertujuan pada konsensus atau yang lazim disebut musyawarah dan mufakat untuk mengatasi isu-isu sensitif tentang budaya dan sosial yang berbeda-beda diantara negara-negara Asia.
Perkembangan ekonomi yang sedemikian pesatnya membuat Asia tidak lagi ragu-ragu untuk menyatakan keunikan budayanya dan keluhuran nilai-nilainya daripada nilai-nilai Barat. Oleh Tommy Koh, hal ini disebutnya sebagai suatu cultural renaissance yang mengubah anggapan masyarakat Asia bahwa budaya Barat adalah yang terbaik. Seperti yang dikatakan oleh Perdana Menteri Singapura saat itu, Lee Kuan Yew, kejayaan Singapura tidak dapat dilepaskan dari nilai luhur kebudayaan Asia yaitu keteraturan, komunitarian, kerja keras dan kolektifisme yang ada di dalam Konfusianisme. Selain itu, kebudayaan Islam juga semakin meningkat yang ditunjukkan dengan bagaimana Islam membedakan dirinya dengan Barat, dengan meningkatkan aspek-aspek sosial dan politik melalui mobilisasi dan besarnya umat Islam di dunia.


Geopolitik dan Prospek Asia


Dalam konteks geopolitik, penulis berpendapat bahwa geopolitik Asia akan terpusat pada kekuatan-kekuatan regional seperti Cina, Jepang, dan India dan akan diiringi dengan meningkatnya potensi negara-negara Asia Tenggara dengan institusi regionalnya. Ketergantungan negara-negara Asia terhadap Jepang dan Cina tidak dapat dilepaskan dan kebangkitan Cina menciptakan suatu dunia yang lebih multipolar serta opsi bagi negara-negara Asia Tenggara dan Korea Selatan jika mereka tidak bersedia untuk merapat ke Amerika Serikat. Selain itu, dalam kekuatan militer, peningkatan pasukan militer di Asia mendapatkan perhatian khusus, terutama dalam peningkatan militer yang dilakukan oleh India dan Cina dalam melindungi territorial mereka. Namun di sisi lain, tren kebangkitan ekonomi akan menyebabkan mereka terfokus pada perkembangan ekonomi domestik daripada sengketa yang terjadi. Negara-negara besar seperti Cina, India dan Jepang akan lebih suka menjaga kestabilan wilayahnya daripada memicu suatu konflik beresiko dengan negara-negara di sekitarnya yang pada akhirnya akan memicu kondisi buruk bagi perekonomian.
Dari kondisi geopolitik Asia yang multipolar seperti yang telah dijelaskan diatas, akan terdapat potensi untuk menyeimbangkan kekuatan diantara negara-negara Asia yang ada. Meskipun potensi konflik terlalu beresiko, namun Asia perlu waspada dengan adanya rivalitas dengan tingginya anggaran militer yang telah dijelaskan diatas. Suatu hubungan yang rumit dapat dilihat dari bagaimana peran Amerika Serikat hingga kini masih tidak dapat dilepaskan dari Asia. AS memiliki hubungan yang dekat dengan India, namun juga dengan Jepang. Sebaliknya Cina menjajaki opsi-opsi lain seperti bekerjasama dengan kawasan Afrika. Kekuatan-kekuatan ini memang tidak mencari suatu konfrontasi langsung, namun bahaya akan ada pada kepentingan yang bertabrakan, dan dengan itu akan meningkatkan tensi diantara mereka. Selain masalah keseimbangan kekuatan, perlu diingat bahwa masih banyak negara di Asia yang memiliki konflik-konflik domestik dan eksternal yang belum terselesaikan. Misalnya Cina dengan Xianjiang dan Tibet, India dengan Kashmir dan permasalahan eksternal seperti permasalahan teritorial Cina-Taiwan, Jepang-Korea Selatan dalam sengketa pulau Dokdo dan Cina-Jepang dalam sengketa pulau Diaoyu serta konflik yang belum terselesaikan di Laut Cina Selatan. Jika konflik tersebut meletus swaktu-waktu, hal ini akan berakibat buruk bagi kondisi ekonomi di Asia.
Karena itu, penulis berpendapat bahwa potensi konflik tersebut dapat dicegah dengan memperkuat nilai-nilai Asia atau Asian Way, dengan memperkuat institusi-institusi regional yang dapat memprakarsai dialog diantara negara-negara Asia. Budaya Asia yang berbeda dalam negara-negara lain akan menjadi suatu potensi Asia untuk ke depannya, terutama dalam membedakan Asia dengan Barat, serta mencapai suatu konsensus diantara banyaknya kebudayaan di Asia yang berbeda satu sama lain. Selain itu, dengan adanya institusi regional seperti ASEAN dan APEC, kerjasama ekonomi diantara negara-negara Asia tersebut dapat diperkuat, sehingga dengan demikian negara-negara Asia akan lebih terfokus untuk menciptakan suasana kondusif bagi pertumbuhan ekonomi daripada sengketa yang ada.

Jadi dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa Asia memang mengalami suatu keajaiban ekonomi, dimana modernitas teknologi serta pragmatisme kini telah menjadi kunci dari keberhasilan Asia, yang berakibat pada naiknya GDP dari negara-negara Asia, menyaingi negara-negara Barat yang dulunya menganggap bahwa negara-negara non-Barat merupakan negara yang miskin dan terbelakang. Kini negara-negara Asia mulai menonjolkan keunikan budayanya yang membedakannya dengan Barat. Keyakinan negara-negara Asia terhadap kebudayaan dan nilai-nilainya tampak dalam etos kerja dan budaya masyarakatnya. Nilai-nilai Asia juga menjadi dasar dari terbentuknya suatu institusi Asia yang berdiri dengan cara Asia sendiri yang mengedepankan dialog dan menghargai kedaulatan masing-masing negara.
Sedangkan dalam geopolitik, kekuatan geopolitik Asia terpusat pada rising power Asia seperti Jepang, Cina dan India, diikuti dengan negara-negara Asia Tenggara yang kini memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Namun Asia perlu mewaspadai tantangan-tantangan terkait dengan potensi konflik domestik, eksternal dan rivalitas antar kekuatan-kekuatan regional, juga peran AS di Asia yang hingga kini masih ada. Adapun, potensi konflik ini dapat diredam dengan memperkuat institusi Asia yang mengedepankan Asian Way dan musyawarah dalam penyelesaian masalah dan memperkuat kerjasama ekonomi.
Dengan demikian penulis berpendapat bahwa dalam bidang ekonomi, prospek bersinarnya Asia masih dapat dicapai dengan mengedepankan dialog dalam institusi-institusi Asia seperti ASEAN dan APEC, sedangkan dalam bidang politik peran AS masih akan berpengaruh, terutama dalam menghadapi tantangan fundamentalis Islam, namun kekuatan politik akan lebih multipolar dan memiliki opsi lebih dengan meningkatnya militer negara-negara Asia.


Referensi:
Acharya, Amitav. 2004. “Will Asia’s Past Be Its Future?”, International Security, Vol. 28, No. 3
Eric Beinhocker & Elizabeth Stevenson, 2009, Trend to Watch: Asian Rising (http://hbr.org/hbr/hbr-now/2009/07/trend-to-watch-asia-rising.html) diakses 18 Desember 2012
Huntington, Samuel P. 1996. “Economics, Demography, and the Challenger Civilizations”, dalam the Clash of Civilization and the Remaking of World Order, London: Touchstone Books
Mahbubani, Kishore, 2008, The New Asian Hemisphere: The Irresistible Shift of Global Power to The East, Perseus Books Group: New York
Mohan, C. Raja, Great Powers and Asia’s Destiny: A View From Delhi, Political Science 2012 64:81, (pnz.sagepub.com) diakses 17 Desember 2012
Overholt, William H, 2008, Asia, America and the Transformation of Geopolitics, New York: Cambridge University Press Poon, Jessie P.H. 2001. “Regionalism in the Asia Pacific: Is Geography Destiny?”, Area, Vol. 33, No. 3
Simon Black, 2012, 4 Signs Asia is Rising Over the Western Worlds. (http://articles.businessinsider.com/2012-04-04/markets/31279718_1_hong-kong-foreign-investment-power-centers)
Sinha, Satyabrat, 2009, Security Challenge of Rising Asia, China Report 2009 (www.sagepub.com) diakses 17 Desember 2012